KEBUDAYAAN SEBAGAI ISI PENDIDIKAN

1 Agu

KEBUDAYAAN SEBAGAI ISI PENDIDIKAN
DAN DEMOKRASI PENDIDIKAN

1. Kebudayaan sebagai Isi Pendidikan
Para pakar antropologi budaya Indonesia umumnya sependapat bahwa kata “kebudayaan” berasal dari bahasa Sansekerta “buddhayah”. Kata Buddhayah adalah bentuk jamak dari Buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Secara etimologis, kata “kebudayaan” berarti hal yang berkaitan dengan akal (Koentjaraningrat, 1974). Namun ada pula anggapan bahwa kata “budaya” berasal dari kata majemuk budi-daya yang berarti “daya dari budi” atau “daya dari akal” yang berupa cipta. Karsa, dan rasa.
Kebudayaan merupakan suatu sistem pengetahuan, gagasan dan ide yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat yang berfungsi sebagai landasan pijak dan pedoman bagi masyarakat itu dalam bersikap dan berperilaku dalam lingkungan alam dan sosial di tempat mereka berada (Sairin , 2002). Sebagai sistem pengetahuan dan gagasan, kebudayaan yang dimiliki suatu masyarakat merupakan kekuatan yang tidak tampak (invisble power), yang mampu menggiring dan mengarahkan manusia pendukung kebudayaan itu untuk bersikap dan berperilaku sesuai dengan pengetahuan dan gagasan yang menjadi milik masyarakat tersebut, baik di bidang ekonomi, sosial, politik, kesenian dan sebagainya. Sebagai suatu sistem, kebudayaan tidak diperoleh manusia dengan begitu saja secara ascribed, tetapi melalui proses belajar yang berlangsung tanpa henti, sejak dari manusia itu dilahirkan sampai dengan ajal menjemputnya. Proses belajar dalam konteks kebudayaan bukan hanya dalam bentuk internalisasi dari system “pengetahuan” yang diperoleh manusia melalui pewarisan atau transmisi dalam keluarga, lewat sistem pendidikan formal di sekolah atau lembaga pendidikan formal lainnya, melainkan juga diperoleh melalui proses belajar dari berinteraksi dengan lingkungan alam dan sosialnya. Melalui pewarisan kebudayaan dan internalisasi pada setiap individu, pendidikan hadir dalam bentuk sosialisasi kebudayaan, berinteraksi dengan nilai-nilai masyarakat setempat dan memelihara hubungan timbal balik yang menentukan proses-proses perubahan tatanan sosio-kultur masyarakat dalam rangka mengembangkan kemajuan peradabannya.
Dalam hal ini, pendidikan menjadi instrumen kekuatan sosial masyarakat untuk mengembangkan suatu sistem pembinaan anggota masyarakat yang relevan dengan tuntutan perubahan zaman. Abad globalisasi telah menyajikan nilai-nilai baru, pengertian-pengertian baru serta perubahan-perubahan di seluruh ruang lingkup kehidupan manusia yang waktu kedatangannya tidak bisa diduga-duga. Sehingga dunia pendidikan merasa perlu untuk membekali diri dengan perangkat pembelajaran yang dapat memproduk manusia zaman sesuai dengan atmosfir tuntutan global.Penguasaan teknologi informasi, penyediaan SDM yang profesional, terampil dan berdaya guna bagi masyarakat, kemahiran menerapkan Iptek, perwujudan tatanan sosial masyarakat yang terbuka, demokratis, humanis serta progresif dalam menghadapi kemajuan jaman merupakan beberapa bekal mutlak yang harus dimiliki oleh semua bangsa di dunia ini yang ingin tetap bertahan menghadapi tata masyarakat baru berwujud globalisasi.
Pada dasarnya pendidikan tidak akan pernah bisa dilepaskan dari ruang lingkup kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil perolehan manusia selama menjalin interaksi kehidupan baik dengan lingkungan fisik maupun non fisik. Hasil perolehan tersebut berguna untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Proses hubungan antar manusia dengan lingkungan luarnya telah mengkisahkan suatu rangkaian pembelajaran secara alamiah. Pada akhirnya proses tersebut mampu melahirkan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia. Disini kebudayaan dapat disimpulkan sebagai hasil pembelajaran manusia dengan alam. Alam telah mendidik manusia melalui situasi tertentu yang memicu akal budi manusia untuk mengelola keadaan menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupannya.
Dalam konteks hidupnya demi membentuk ketahanan hasil buah budi tersebut manusia melanjutkan dalam suatu tatanan simbol yang memberi arah bagi kehidupan. Sistem simbol ini menjadi rujukan utama bagi masyarakat pendukung dalam berpikir maupun bertindak. Proses selanjutnya yang terjadi adalah hubungan transformatif dan penguatan sistem simbol agar dapat diteruskan kepada anggota berikutnya. Selain itu selama kehidupan berjalan unsur-unsur kebudayaan selalu berubah menyesuaikan perkembangan jaman. Dalam hal ini sistem symbol dengan sendirinya melakukan reaksi untuk mengintegrasikan perubahan atas unsur kebudayaan. Agen yang berfungsi sebagai transmitor produk budaya kepada anggota (khususnya generasi muda) adalah pendidikan. Hal ini mengingat pendidikan itu tiada lain adalah wahana pembelajaran segala bentuk kemampuan bagi sang pembelajar agar menjadi manusia dewasa. Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang sangat erat dalam arti keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama yakni nilai-nilai. Dalam konteks kebudayaan, pendidikan memainkan peranan sebagai agen pengajaran nilai-nilai budaya. Jadi, jelas bahwa kebudayaan merupakan isi dari pendidikan.

2. Kebudayaan sebagai Demokrasi Pendidikan
Penanaman karakter adalah hal yang sah dan tentu saja tidak bisa diacuhkan dalam fungsi pendidikan. Ada berbagai macam karakter moral yang merupakan hasil kesadaran sosial dan bagian dari demokrasi yang ditanamkan secara sah. Siapa yang sebaiknya memutuskan karakter yang bagaimana yang harus ditanamkan?. Amy Guttman telah menguji dan menolak tiga teori yang popular dan memiliki filosofis yang kuat. Teori – teori tersebut adalah :
a. The family state theory
Teori ini mengatakan bahwa otoritas pendidikan berada ditangan Negara.
b. The state family theory
Teori ini menempatkan otoritas pendidikan secara eksklusif berada ditangan orang tua, tidak didasarkan pada asumsi bahwa orang tua mempunyai hak azasi untuk menentukan otoritas sehingga tercapai kesejahteraan untuk anak – anak mereka.
c. The state of individual theory
Teori ini menolak untuk meletakkan otoritas pendidikan ditangan siapapun tanpa jaminan bahwa pilihan-pilihan anak-anak tidak akan dirugikan, sesuai dengan cara hidup dan tidak bertentangan dengan orang lain.

Jika suatu Negara yang menerapkan demokrasi pendidikan tidak menjamin kebaikan berdasarkan ilmu pengetahuan atau otonomi keluarga atau kenetralan dalam pandangan hidup,apa gunanya pendapat dalam berbagi otoritas pendidikan? Pembagian otoritas pendidikan antara warga Negara, orang tua dan tenaga pendidik professional mendukung nilai inti dari demokrasi. Conscious social reproduction dalam demokrasi adalah bentuk yang sangat inklusif. Tidak seperti teori family state, democratic state mengenalkan nilai pendidikan orang tua dalam mengabadikan konsep hidup yang baik. Tidak seperti teori state of family, democratic state mengenalkan nilai otoritas professional yang memungkinkan anak anak untuk menghargai dan untuk mengevaluasi pandangan hidup selain dari yang diberikan oleh keluarga mereka. Tidak seperti teori state of individual, democratic state mengenalkan nilai pendidikan politik dalam mempengaruhi anak-anak dalam menerima pandangan hidup yang konsisten dengan membagi hak dan kewajiban warga Negara dalam masyarakat demokrasi.

Tinggalkan komentar